Penajam – Kekhawatiran Masyarakat Adat Balik maupun Paser kehilangan lahan termasuk tradisi budaya sangat beralasan karena perlindungan pemerintah minim. Hingga kini, tak ada pengakuan dan perlindungan termasuk terhadap wilayah adat mereka.
Syarak contohkan, di Desa Bumi Harapan, banyak lahan masyarakat adat diambil alih oleh pemerintah demi mega proyek IKN Nusantara.
Dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim, IKN dibagi menjadi tiga kawasan yaitu, kawasan IKN seluas 49.859 hektar, kawasan inti pusat pemerintahan 6.925 hektar, dan kawasan perluasan IKN, 197.420 hektar. Dengan luas total sekitar 252.204 hektar itu, ada di wilayah adat 235.667 hektar.
Rumah yang Syarak bangun dan tinggali kini pun masuk area steril bagian dari Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP).
“Mungkin sebentar lagi saya pindah dari sini karena masuk dalam koordinat itu,” katanya pelan.
Dia sudah meminta kejelasan lahan pengganti andai harus pindah. Namun, kata Syarak, belum ada tanggapan apapun. Dia sudah beberapa kali berdiskusi, pemerintah hanya bisa mengganti uang.
Luas lahannya yang diambil alih untuk proyek ibukota ini sekitar dua hektar yang kini jadi rumah dan kebunnya. Dia bingung bisa hidup di tempat yang layak atau tidak kalau nanti terpaksa pindah.
Masyarakat Paser dan Balik hidup di sana turun-temurun. Hingga kini, belum ada pengakuan dan perlindungan hak-hak mereka, termasuk soal lahan. Pada peta indikatif sebaran wilayah adat yang disusun Forest Watch Indonesia (FWI), hampir 50% area berpotensi merupakan wilayah adat. Catatan AMAN menyebut, ada 21 komunitas adat di wilayah pembangunan IKN.
(rmt/plt)