Samarinda : Presiden Joko Widodo resmi menandatangani UU Nomor 20/2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang berdampak signifikan terhadap nasib tenaga honorer di seluruh Indonesia. Penghapusan tenaga honorer di instansi pemerintah menjadi poin utama dalam undang-undang tersebut, memicu reaksi keras dari sejumlah pihak.
Wakil ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun secara tegas menyatakan keberatannya terhadap penetapan tersebut, terutama karena dampaknya di wilayah Kaltim, di mana masih banyak individu yang mengandalkan pekerjaan sebagai tenaga honorer sebagai sumber penghidupan mereka.
“Kaltim ini bisa jutaan perut yang bergantung sebagai honorer. Kenapa saya katakan jutaan perut, karena tenaga honorer punya istri, anak yang bisa jadi tak hanya satu. Barangkali mereka punya orangtua yang jadi tanggungan,” ungkapnya belum lama ini.
Menurutnya, penghapusan tenaga honorer tanpa jaminan untuk diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) akan berdampak pada peningkatan tingkat pengangguran yang akan sangat merugikan masyarakat.
“Kaltim minta keistimewaan kalau seperti itu. Sebab kami sudah komitmen untuk mempertahankan honorer tidak ada yang boleh keluar atau diberhentikan. Sebab itu adalah kebutuhan mereka,” tegasnya.
Politisi PDI Perjuangan tersebut juga menekankan bahwa Pemerintah Provinsi Kaltim tetap berjuang untuk nasib para tenaga honorer, terutama bagi mereka yang berada di sektor pendidikan dan kesehatan.
Ia mendesak agar perubahan status menjadi PPPK tidak menyisakan tenaga honorer yang tertinggal, dan menekankan pentingnya memberikan jaminan bagi mereka.
“APBD kita mampu untuk membayar honorer. Kami tidak sepakat menghapus honorer kecuali honorer masuk PPPK,” jelasnya.
Dalam konteks ini, Samsun berharap bahwa pemerintah pusat akan mencari solusi yang adil dan bijak untuk tenaga honorer, terutama mereka yang telah memberikan kontribusi selama bertahun-tahun dalam pelayanan publik.