PENAJAM – Hari ini Rabu (6/3/2024) tepat satu bulan berlalu tragedi berdarah Babulu laut, Penajam Paser Utara Kalimantan Timur yang dialami keluarga Alm.Waluyo (34) bersama istri SW (34) dan ketiga orang anaknya masing-masing RJ (15),VD (12) serta anak balitanya ZA (2,5) yang harus merenggang nyawa mereka atas kekejian seorang manusia biadab bernama Junaedi (18).
Kepergian satu keluarga dengan cara tragis tentu bukan hal yang mudah diterima oleh sanak keluarganya, rasa sakit serta trauma yang sangat mendalam dan tidak pernah berujung, tentu selalu melekat dalam benak mereka.
Tidak cukup sampai disitu, luka yang belum juga sembuh kini seperti disirami dengan air garam.
Dengan tuntutan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum(JPU) pada persidangan kelima kepada terdakwa Junaedi seolah tidak memberikan rasa keadilan seperti apa yang mereka harapkan.
Dengan dalih terdakwa masih tergolong dalam usia anak, meskipun hari ini usianya bukan lagi usia anak, hanya saja diwaktu peristiwa terjadi Junaedi belum genap berusia 18 tahun alias masih kurang 20 hari lagi.
Berdasarkan hal tersebut maka yang diberlakukan UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) terhadap terdakwa,sehingga tuntutan yang semula dari hukuman mati menjadi hukuman penjara maksimal 10 tahun.
Jaksa Penuntut Umum, Faisal Arifuddin dihadapan keluarga korban menyampaikan bahwa saat ini tidak ada pilihan lain selain hukuman paling maksimal 10 Tahun Penjara.
“Sesuai UU SPPA, jika tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun,” Jelasnya, Rabu (06/03/2024).
Pernyataan tersebut sontak menyita perhatian para keluarga korban,pasalnya perjuangannya berhari-hari setiap persidangan digelar mereka selalu datang untuk mengikuti persidangan meskipun itu mereka hanya diluar untuk menunggu tanpa menyaksikan prosesnya, mereka hadir demi untuk memastikan dan mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.
Putut Sunaryo (32) Adik Kandung Alm.Waluyo (34), dengan mata berkaca-kaca dan memerah yang seakan dadanya segera meledak menahan sesak, didepan jaksa tanpa sepatah katapun hanya tatapan tajam penuh makna membuat siapapun yang melihatnya paham arti dari kecewa atas ketidakadilan yang mereka dapatkan hari ini.
Tidak sampai disitu, pernyataan jaksa yang mengungkapkan tuntutan atas tindakan asusila yang dilakukan terdakwa terhadap kedua jenazah Almh.Istri waluyo SW (34) dan anak gadisnya RJ (15) yang jasadnya disetubuhi Junaedi gugur demi hukum, dengan dalih tidak ada UU yang mengatur tentang pelecehan/pemerkosaan terhadap jasad.
Dengan demikian apa yang menjadi harapan mereka untuk mendapatkan keadilan hampir tidak akan mereka dapatkan. Melihat dari fakta dan realita yang ada kita dapat mengukur seperti apa undang-undang yang dianut negara ini, keberpihakan akan keadilan hampir tidak ada.Pada kenyataannya pengadilan tidak dapat memberi keadilan.
Menjadi harapan satu-satunya untuk mendapatkan keadilan sisa menunggu sidang putusan akhir/vonis dari Hakim pengadil nantinya. Apakah tetap mengacu apa yang menjadi tuntutan Jaksa atau kembali kepada hati nurani sang hakim???(Rahmat Amran)